PPN PENYERAHAN ELPIJI PAKAI DPP NILAI LAIN


Oleh : Abdul Asis Muhammad


Sistem pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia menganut tarif tunggal sebesar 10% atas dasar pengenaan pajak (DPP). Umumnya, DPP dalam PPN terdiri dari harga jual, penggantian, nilai impor dan nilai ekspor. Nilai tersebut adalah nilai sebenarnya atau nilai yang seharusnya.

Dalam praktiknya, terdapat pula istilah tarif efektif, namun tetap mengacu pada tarif umum PPN yang sebesar 10%. perhitungan DPP tersebut disebut dengan nilai lain atau disingkat DPP nilai lain. Obyek PPN yang dasar pengenaannya mengunakan nilai lain, dianggap (deemed) di dalamnya telah terjadi pengkreditan pajak masukan, sehingga jumlah PPN yang dikenakan tersebut merupakan kekurangan pembayaran PPN sebagai hasil pertandingan antara pajak keluaran dan pajak masukan, sehingga yang akan dibayar oleh PKP adalah selisih PPN yang masih terutang.

DPP nilai lain diatur dalam Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang PPN. Ketentuan lebih lanjut kemudian ditetapkan melaui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan ditujukan untuk transaksi atau penyerahan tertentu.

Beberapa hari yang lalu Kementerian Keuangan menerbitkan kebijakan baru mengenai tata cara penghitungan dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas liquefied petroleum gas (LPG) tertentu atau bersubsidi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan menyederhanakan mekanisme pemungutan PPN atas penyerahan LPG tertentu/bersubsidi.

Terbitnya PMK Nomor 220/PMK.03/2020 tidak lepas dari perjuangan Hiswana Migas baik Pusat maupun Daerah dalam memperoleh rasa keadilan dan kepastian hukum Pengenaan PPN atas penyerahan LPG Tertentu.

Bagi Agen LPG Tertentu (PSO) hal ini merupakan hal positif karena akan menyederhanakan kewajiban PPN yang oleh sebagian wajib pajak dianggap hal yang sangat rumit dan terbitkannya PMK tersebut dapat menberikan kepastian hukum karena pengenaan PPN atas liquefied petroleum gas (LPG) tertentu masih menjadi perdebatan antara pelaku usaha dan DJP.

DPP nilai lain yang ditetapkan Kementerian Keuangan menggunakan formula tergantung pada titik serah dari LPG bersubsidi. DPP nilai lain sebesar 100/110 dari harga jual eceran ditetapkan atas penyerahan pada titik serah badan usaha yang mana dimaksud dalam hal ini adalah PT. Pertamina yang merupakan badan hukum yang mendapatkan tugas dari pemerintah untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian LPG bersubsidi.

Selanjutnya, penyerahan pada titik serah Agen, DPP nilai lain sebesar 10/101 (sepuluh per seratus satu) dari selisih lebih antara Harga Jual Agen dan Harga Jual Eceran; atau penyerahan pada titik serah Pangkalan, sebesar 10/101 (sepuluh per seratus satu) dari selisih lebih antara Harga Jual Pangkalan dan Harga Jual Agen.

Pada Pasal 7, ditetapkan pajak masukan atas perolehan barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP) sehubungan dengan penyerahan LPG bersubsidi oleh badan usaha masih dapat dikreditkan.

Adapun pajak masukan atas perolehan BKP/JKP yang terkait dengan penyerahan LPG bersubsidi oleh agen dan pangkalan karena DPP-nya adalah nilai efektif (dianggap telah memperhitungkan pajak masukannya) maka pajak masukannya tidak dapat dikreditkan.

CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG ATAS PENYERAHAN LPG TERTENTU YANG BAGIAN HARGANYA TIDAK DISUBSIDI

1.   Contoh Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas Penyerahan LPG Tertentu yang Bagian Harganya Tidak Disubsidi pada Titik Serah Badan U saha: Pada tanggal 12 Desember 2020, PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha yang mendapat penugasan dari Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu menyerahkan 15.000 tabung LPG Tertentu kepada PT ABC yang telah ditunjuk oleh PT Pertamina (Persero) sebagai Agen. Harga Jual Eceran yang berlaku pada tanggal penyerahan sebesar Rpl2.750,00 per tabung. Maka atas penyerahan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut :

a.         Dasar Pengenaan Pajak                    = 15.000 x 100/ 110 x Rpl2.750,00

= Rpl 73.863.636,36

b.        Pajak Pertambahan Nilai terutang  = 10% x Rpl 73.863.636,36

= Rpl 7.386.363,00

2.   Contoh Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas Penyerahan LPG Tertentu pada Titik Serah Agen: Pada tanggal 15 Desember 2020, PT ABC sebagaimana dimaksud pada contoh 1, menyerahkan 5.000 tabung LPG Tertentu kepada CV XYZ yang telah ditunjuk oleh PT ABC sebagai Pangkalan. Harga Jual Agen sebesar Rpl4.000,00 per tabung. Harga Jual Eceran yang berlaku sebesar Rp12.750,00 per tabung. Dalam hal PT ABC telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka atas penyerahan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut :

a.         a. Dasar Pengenaan Pajak                = 5.000 x 10/ 101 x (Rp14.000 - Rp12.750)

= Rp618.811,88

b.        Pajak Pertambahan Nilai terutang = 10% x Rp618.81 l,88 '

= Rp61.881,00

PPN terutang sebesar Rp61.881,00 sudah termasuk dalam selisih lebih antara Harga Jual Agen dan Harga Jual Eceran.

3.   Contoh Penghitungan Pajak · Pertambahan Nilai Terutang atas Penyerahan LPG Tertentu pada Titik Serah Pangkalan: Pada tanggal 20 Desember 2020, CV XYZ sebagaimana dimaksud pada contoh 2, menyerahkan tabung LPG Tertentu secara eceran 1 tabung kepada konsumen akhir. Harga Jual Pangkalan sebesar Rp15.500,00 per tabung. Harga Jual Agen atas perolehan LPG Tertentu tersebut sebesar Rp 14.000,00. Dalam hal CV XYZ telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka atas penyerahan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut :

a.         Dasar Pengenaan Pajak                    = 1 x 10/ 101 x (Rp15.500 - Rp14.000)

= Rp148,51

b.        Pajak Pertambahan Nilai terutang = 10% x Rp148,51

= Rp14,00

PPN terutang sebesar Rp14,00 sudah termasuk dalam selisih lebih antara Harga Jual Pangkalan dan Harga Jual Agen.

Komentar

Postingan Populer